Selain itu, upaya intervensi lainnya yang dilakukan adalah pemantauan pertumbuhan balita, pemberian asi eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi baduta, tata laksana balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, serta edukasi remaja, ibu hamil, dan keluarga termasuk pemicu bebas buang air besar sembarangan (BABS).
“Saat ini kami fokus pada intervensi stung baik itu sebelum maupun setelah anak lahir,†paparnya.
Sementara itu, dikatakan Konsultan Nutrisi Anak dan Penyakit Metabolik RS Dr. Soetomo Surabaya, dr. Nur Aisiyah Widjaja, protein hewani menjadi salah satu asupan yang harus dicukupi pada anak, hal tersebut dikarenakan protein hewani memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti asam amino, mineral, serta vitamin yang penting untuk mendukung pertumbuhan anak.
Lanjut Nur Airsiyah, usia 6-24 bulan pada anak merupakan usia rawan kekurangan gizi. Hal tersebut dikarenakan setelah usia 6 bulan, ASI saja tidak dapat memenuhi kekurangan kebutuhan gizi, sehingga harus diintervensi oleh makanan pendamping ASI (MPASI) yang memiliki zat gizi seperti ASI yaitu protein hewani.
Protein hewani sendiri mengandung 30-40% lemak yang dapat menutupi kekurangan ASI karena zat gizi makro dan mikro ASI sudah berkurang.
“Protein ini kan end product nya asam amino yang esensial, sayangnya yang esensial ini tidak dapat diproduksi oleh tubuh jadi harus didapat dari luar. Asam amino inilah yang dapat mengaktifkan sensor mTORC1 sehingga sintesan lemak dan protein akan aktif dan pertumbuhan anak menjadi normal,†tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Analis Gizi Dinkes Indramayu, Juwanda turut mengapresiasi terselenggaranya webinar tersebut. Menurutnya, materi yang disampaikan sangat bermanfaat untuk mempersiapkan generasi unggul diawali oleh intervensi 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan peningkatan Asupan Protein Hewani.
“Materi paparannya sangat bermanfaat,†pungkasnya. (Fikri/MTQâ€â€Tim Publikasi Diskominfo Indramayu)